Nasi Goreng Tomat

Adikku Fajri memang lihai meracik
Berbagai bumbu dengan resep unik
Sore itu ia meramu nasi goreng
tersenyum aku geleng-geleng

Aroma sedap motif bunga siap santap
Merah merona menggugah selera
Tersaji:
Cabai merah ekstra pedas untukmu
Saraf lidah patah berdarah
Aku muntah

:maaf, tak ada salat di pekarangan
lalap langu tomat jadi santapan
Adikku Fajri memang lihai meracik
Berbagai bumbu dengan resep unik

Tangerang, 14 Oktober 2009


Selengkapnya.....

Bait yang Terikat

Sajak-Sajak Terkapar
:kepada ibunda

Musim shoif
Sajak- sajak terkapar
Berkali, tak hanya sekali
Ku luruskan huruf
Ku ikat bait
Tetap saja bengkok

Musim shoif
Sajak- sajak terkapar
Berkali, tak hanya sekali
Ku terbangkan Elang
Di perjamuan setan
Tetap saja hitam

Musim shoif
Sajak- sajak terkapar
Berkali, tak hanya sekali
Ku tetaskan tasbih
Senandungkan kidung
Tetap saja sunyi

Musim shoif
Sajak- sajak terkapar
Berkali, tak hanya sekali
Mungkinkah kan berotasi

Zainab binti Jakhsyin, 5 Ramadhan 1430 H

Harga Kejujuran
:penghujung bulan

Bergemuruh
Itu saja
Tentang kejujuran
Tak sepenuhnya tinggi
Melati, hakikatnya wangi

Zainab binti Jakhsyin, 5 Ramadhan 1430 H

Rujak Tujuh Buah
:kepada mikyal wal mizan

Sayup cericit prenjak hati
Serambat buah mata dewa
Bibir tetanam tebu

Selepas bermandikan tujuh bunga
Meramu rujak tujuh buah
Getir, begitu setelah disuapkan

Zainab binti Jakhsyin, 5 Ramadhan 1430 H

Rasaku
:malam 6 Ramadhan

Malam ini agak lain
Iya, jawabku
Apa kau merasakannya?
Iya, jawabku
Kau ingin mengatakan sesuatu?
Iya, jawabku
Katakan!
Dingin
Dan kau!
Dingin, jawabmu

Zainab binti Jakhsyin, 5 Ramadhan 1430 H



Freedom
:bintu masduki

Bebaskan!
Akan kuterjang bebatuan terjal
Akan kubuang sampah kebusukan
Lepaskan!
Akan kutikam darah hitam
Akan kutimang penghambaan

Bebaskan!
Zainab binti Jakhsyin, 5 Ramadhan 1430 H Selengkapnya.....

LABUHAN BATU

Meletakkan koper, ransel dan membenahi duduk.
“ Yang, kita tidak bisa menghentikan waktu dan tak bisa menyibak macet. Kita hanya bisa berdo’a kepada sang Maha segala” suaranya berat penuh harap.
“ Yang, maafkan aku. Aku belum bisa menghadirkan kebahagiaan yang penuh buat Mayang” terdengar tulus dan sakit.
“Kita hanya bisa pulang dengan kereta ekonomi, tanpa AC dan WC” lanjutnya.
Lantas mataku menatapnya lekat. Ia meremas jemariku.
“ Manggar sudah berusaha, apapun hasilnya Mayang terima. Meskipun nanti bus ini tak dapat mengejar lelaju kereta, tapi tak ada alasan untuk bersedih hati bukan?” sisa nafas menyusup begitu saja di dalam rerusuk paru. Meletupkan kekuatan baru dari balik bilik jantung kiri.
“ Iya Yang, selama aku masih bisa menuai senyum firdausmu”
Kemudian aku meracik mantra-mantra untuk memeluk do’a kepada Malikul A’la.
Bulat mata menembus kaca jendela. Di luar sana, Monas kian gemerlap bermandikan panas bumi. Si kepala emas yang terlahir di tengah kota Megapolitan itu menyimpan sekotak cahaya purnama, sebagai pelita saat gerhana bumi nanti. Entah kapan. Sebab tanah pertiwi tak pernah menghapus sejarah koloni. Sejarah tak pernah merevisi gerigi surgawi, tapi prasejarah yang membuatnya mati suri. Seperti perjalananku siang ini.
Enam puluh menit kemudian bus memasuki terminal Senen. Aku dan Manggar segera bertolak menuju stasiun yang berada di sebelah utara terminal. Dengan langkah terseok-seok, menyeret koper dan menggendong ransel kami memburu waktu.
Manggar meraih tanganku cepat. Terkesan ingin membawaku terbang.
“ Akan lari waktu dikejar, Gar!”
Ia tetap mengambil langkah seribu tanpa menghiraukan kata-kataku.
“ Madiun, Surabaya mas . . !” seorang calo menawarkan dagangannya pada Manggar.

* * *

Meletakkan koper, ransel dan membenahi duduk.
“ Kenapa malah duduk-duduk di depan loket, Gar? Bukankah kereta . . .”
“ Kereta kita telah berangkat lima belas menit yang lalu Yang. Kita telat, maafkan aku” Bulat matanya membuatku berkaca-kaca. Aku tetap berusaha mengulas senyuman. Senyum ketabahan yang dipaksa oleh keadaan.
Sakit. Dadaku sesak.
Kemudian dua lembar uang biru ditukar dengan dua tiket yang baru. Masih kembali dua puluh ribu untuk perjalanan menuju kota rindu.
“ Kita tidak hanya pulang dengan kereta tanpa AC dan WC, tapi juga tanpa kursi!”
“ Maksud Manggar, kita berdiri?!” aku tak percaya. Ya Malikul A’la! mana mungkin kami berdiri dari ujung barat pulau Jawa hingga ujung timur.
Alangkah keras hidup ini. Penuh bebatuan liar. Setiap saat dan di segala tempat siap menghantamku. Dini hari, batu-batu itu menghantam dadaku. Membuatku sakit dalam kesabaran menunggu antrian kamar mandi satu-satunya di komplek kontrakanku. Bersama selincir pagi, batu-batu itu menikam perutku. Tepat pada lambung yang perih menanti sesuap nasi. Saat matahari pada titik tiga puluh lima derajat lintang utara, batu-batu itu menyergap tenggorokanku yang kering akan aliran air. Dan kini di selincir sore, batu-batu itu kembali menikam tubuhku. Dub! Dub! Tepat di ulu hati. Air mataku menjerit-jerit, aaagh . . .!
Manggar merintih kesakitan. Sepertinya batu-batu itu juga menggempur dadanya. Tapi bulat matanya tetap membara, menyalang rintang.
“ Lima menit lagi kereta berangkat. Mari masuk” ajak Manggar padaku.
Aku menggeleng pelan. Aku tak sanggup melihat orang bertumpuk-tumpuk. Hingga barang lebih terhormat dari pada orang. Bayi-bayi merah itu tidur beralaskan koran. Dan para lansia meringkuk di kolong-kolong kursi. Ini benar-benar seperti gerhana bumi. Tak ada titik terang sama sekali.
“ Yang, kau mengerti apa yang dikatakan oleh mataku?”
Lalu aku menjaring bulat matanya. Ada satu titik terang bertahta di sana. Bumi gegap gempita tersiram cahaya purnama dan gerhanapun sirna.
“ Mayang ingin membaja, sebelum masuk ke dalam perut si roda baja ini” ujarku.
“ Ini adalah sebuah proses metamorfosa menjadi baja, Yang. Maka biarkanlah kita menjadi labuhan batu. Biarkan batu-batu itu terus menghantam kita, agar kelak kita tak lagi terluka bila harus bergesekan kembali dengan batu-batu itu, Yang”
“ Seperti roda baja ini bukan?” celetukku. Mata kami tertuju pada roda-roda kereta.
“ Tak ada luka sedikitpun padanya. Meskipun sepanjang perjalanan ia di gariskan untuk abadi bergesekan dengan rel-rel yang membaja pula” lanjutku.
“ Luar biasa! tak ada setitikpun goresan batu atau sayatan pilu” kagumnya.

* * *

Meletakkan koper, ransel dan membenahi duduk.
Setelah tiga puluh menit batu-batu itu mengoyak kedua kakiku, seorang bapak-bapak mempersilakan kami duduk di kursi depannya. Terimakasih. Sepertinya Malikul A’la telah mengirim Mikail untuk membagikan jatah kursi kepada kami.
Kemudian Mikail menghadiahkan dua ekor kuda bersurai emas, bersayap kembar kepada kami. Kuda-kuda inilah yang akan membawa kami menerjang bebatuan liar ibu kota. Kuda putih itu lantas bersemayam dalam senyum kami. Indah sekali.
Mataremaja semakin kencang beradu dengan rel-rel meliuk liku. Melaju menuju batu-batu yang diam menunggu. Untuk membawa kami ke kota rindu.

Winong, 11 Agustus 2009 (mengenang 29-30 Juni di atas 76-Mataremaja)


Selengkapnya.....

Sajak kawak, lugu dan kaku

Gumam Pelayan
: sore itu

Aneka jajanan di warung kampungan
Makanan dan minuman rapi dipajang
Silih berganti pembeli datang
Ramah dan sopan sambut pelayan

Pesan majikan pada pelayan
Patok pasti harga barang
Tetap hargai para pelanggan
Apapun jua yang dilontarkan

Pelanggan datang busana wibawa
Gagah perkasa cerdas bertahta
Hampiri barang segel terjaga
Berani nawar setengah harga

Gumam pelayan dalam hati
Jangan remehkan dagangan kami
Walau kualitas tak memadai
Baik tinggalkan jika tak sudi


Gumam pelayan dalam hati
Kasus ini kusimpan sendiri
Majikan tak perlu mengerti
Takut marah atau rendah diri

Winong, 29 Juli 2009



Pesan Dokter Gusi
:dari pemasok amunisi

Gi2 su2
Gi dua su dua
Ooo . . .
Gigi susu

Lahir bayi tanpa gigi
Lantas gigi tumbuh di gusi
Tiba saat tanggal gigi
Timbul luka berdarah di gusi

Letus tangis menjadi-jadi
Keluh rintih gigil bertali
Bayi lari ke dokter gusi
Mohon tancap gigi kembali

Dokter gusi kasih senyuman
Lemah lembut sampaikan pesan
Gigi susu tanggal biarkan
Gigi jati Tuhan tumbuhkan

Winong, 30 Juli 2009 Selengkapnya.....

Di Atas Mata Remaja

Jebres . . . Jebres . . .!
Yang Jebres siap-siap . . .!
Penjual minuman begitu sigrak berteriak

Aku memotong perjalanan ini
Sampai di sini
Tapi tidak untuk nadimu
Nadiku, nadi rindu
Kuberi paru kiri
Berat berurat
Berlipat-lipat erat
Lekat dan lumat

Empat mata bertatap
Empat tangan mendekap
Seribu peluru menderu
Sampaikan rinduku
Pada langit kotamu

Kamar baru, 5 Juli 09 Selengkapnya.....

Dalam Sunyi Pagi

Pagi yang tersenyum. Simetris bagai bulan sabit perak. Indah merekah. Aku masih menyimpan sekotak bunga dalam hati. Meskipun negeriku sedang dilanda musibah yang tak berkesudahan. Duka–lara–derita–ronta–merana–sengsara, bak sebuah tongkat estafet yang tak kunjung menemukan garis finish sebagai titik terang. Singkat cerita, nyawa pribumi jelata yang melayang. Sementara kasta darah biru yang menisbahkan dirinya sebagai pengayom rakyat, berseri-seri selepas menyaksikan drama yang baru saja ditayangkan, negeri terluka. Mereka yang selalu necis dengan dasi, tak puas dengan lima bini, berkawan pula dengan wisky cekikikan di sudut kamar hotel-hotel pencakar langit. Miris.

Kusaksikan orang-orang desa mulai bergerak menuju pasar dan ladang-ladang mereka tempat mengais rezeki. Perekonomian mulai berdenyut. Roda kehidupan perlahan berputar. Kusapa The Forever yang terparkir di beranda rumah. Lalu aku mengayuhnya menuju ladang milik eyang di tepi desa. Terus menerobos kabut yang menggelanyut sepanjang lorong jalan desa. Angin pagi sepoi-sepoi basah agak nakal menjilati leherku. Sehingga membuatku mengangkat bahu tinggi-tinggi. Masih kutemui jejak keganasan embun tadi malam. Dedaunan menggigil karenanya. Sesampainya di ladang, kusampaikan senyum rindu padanya. Debur di hatiku menggerakkan sepasang kaki untuk segera menelusuri pematang. Padi, Jagung, dan Kedelai sudah mulai bunting. Semangka yang menjalar indah sudah tampak menyusui anaknya. Aduhai damainya hatiku memandangnya. Kulukis senyum petani, lalu kugantungkan di atas langit-langit desa.

Baru saja aku melangkah beberapa jengkal, sederet tanaman menyita perhatianku dan memaksaku menghampirinya.



“Alamak...hama macam apa pula ini?” tanyaku pada udara yang bergerak. Aku menggeleng, tak kudapati jawaban. Pandanganku disita segerombol tanaman yang layu sayu.Terdiam ia memaku.

Aku sedikit terhibur, ketika sebuah gubuk tua mampu membuka kenangan silamku. Tanpa pikir panjang kudatangi gubuk tua seusiaku itu, dengan plastik berbalut dhami usang kecoklatan sebagai atapnya. Dulu sewaktu duduk di bangku SD memang bandel. Tapi tak sampai kuraih predikat mbeling. Aku mempunyai sebuah gank, beranggotakan delapan orang cewek. Secara alami aku terpilih sebagai ketua. Tujuh tahun silam, setiap pulang dari sekolah, kami selalu naik sepeda berjajar dua-dua berbanjar panjang ke belakang. Ada satu hal yang unik, anak laki-laki tak satupun yang berani mendahului kami. Aku tak tahu mengapa. Setiap kali aku menyambar wajah mereka dengan satu kali tatapan saja, mereka serentak menunduk tanpa diberi aba-aba. Seakan-akan mereka menganggapku seperti seekor elang, yang bermata tajam dan selalu siaga menerkam anak-anak ayam. Aku tak tahu pasti. Hmm...di atas gubuk ini pula aku dan kawan-kawan bermain, bercanda, bertukar cerita, hingga belajar menghafal nama spesies ganggang hijau, jenis hibrida, Pythagoras, perjanjian Linggarjati, dan mendiskusikan galaksi Bima Sakti. Namun, semua tinggal sejarah masa kecil kami yang lugu dan harum. Kini, gubuk ini telah sepi tanpa derai tawa kami.

“Pyuk, pyek, pyik..eu..” sesayup suara menyusup dan menyesaki telingaku. Bola mataku tertuju pada satu arah di ujung ladang ini. Sepertinya sekumpulan orang sedang membicarakan masalah yang serius, pikirku. Demi memenuhi rasa penasaran yang menimbulkan banyak tanda tanya di tempurung kepala, aku melangkah mendekati mereka.

“Wilujeng enjang, Pak Dhe,” sapaku pada orang yang seumuran pamanku.

“Nggih, iki sopo?” semua orang menatapku.

“Kulo Ning, wayahipun tiyang ingkang gadhah tegalan meniko.”

“Ooo... sing kuliah neng Jakarta kae? Wis gedhe sak iki, Pak Dhe dadhi pangkling”

“Leres, Pak Dhe.”

“Berarti ngomonge nganggo boso Indonesia hehehe?” kelakarnya riang.

“Kamu cucunya Mbah Syawal tho?” sambung yang lainnya.

“Iya pakdhe. Kenapa pagi–pagi begini pada kumpul di sini?”

“Kami sedang meratapi nasib, Ning.”

“Maksud jenengan?”

“Di dusun kita ini sedang dilanda musim paceklik. Padi tak tumbuh, singkong tak berbuah, perkebunan tebu di selatan desa juga ludes di tangan tengkulak. Tak ada sepeserpun receh kami kantongi dan kami tak sudi makan batu!” nadanya sedikit meninggi. Aku tercengang.

“Semua tanaman di ladang telah musnah diamuk hama, mungkin di musim rendheng ini para petani akan gagal panen?” lanjutku kemudian. Mereka tersenyum kecut.

“Kenapa Pak Dhe-Pak Dhe tak melapor ke Kabupaten saja? Bupati kita pasti bisa membantu.”

“Kami sudah tak percaya pemerintah!”

“Kenapa begitu? Bukankah tak semua aparat itu keparat? Dan tidak semua orang yang duduk di kursi pemerintahan itu tidak menggubris keluhan pribumi. Semua itu tak seburuk yang kita angankan. Percayalah Pak Dhe, meskipun kita bukan priyayi, masih ada orang yang berhati lunak dan peduli sama kita?” bertubi-tubi aku meyakinkan mereka.

“Kamu yakin? Bersemangat sekali tampaknya kamu, Ning?” Sebuah pertanyaan yang cukup melemahkanku.

“Tapi, jika panen kali ini gagal total, bukankah lumbung desa akan kosong Pak Dhe?”

“Kamu takut kelaparan Ning?”

“Ee...”

“Lumbung desa kosong, bukan masalah besar bagi kami. Kami lebih tak senang bila pemerintah benar-benar menjalankan rencana mereka tahun ini. Kami tak sepakat kalau kita ekspor beras, selama busung lapar masih merajalela. Sebenarnya stok beras di Bulog itu melimpah. Kami tidak buta, yang bisa dikempongi begitu saja!”

Ada dada yang membara. Aku ingin berkata-kata, tapi tertahan di rongga.

“Mereka membeli hasil bumi kami dengan harga seucrit, kemudian menjualnya kembali kepada rakyat dengan harga segunung. Keringat kami hanya dibayar dengan gaplek, tiwul, dan teri busuk! Mereka punya hati, tapi mati rasa. Mereka tak mau tahu perjuangan kami melawan wereng, belalang, ulat, kepik, keong sawah, dan sundhep.”

“Tapi, kalau menurut saya dengan ekspor beras akan menambah sumber pendapatan negara lho. Nah, sebagiannya lagi akan disalurkan untuk pembangunan jalan, jembatan dan fasilitas lainnya. Jika fasilitas sudah mapan, semua akan kembali pada kita dan kita ikut menikmatinya”

“Fasilitas apa, Cah Ayu? Paling-paling kami dapat buntutnya. Dan buntut yang selama ini kami nikmati ya hanya buntut wedus, hahaha,” tawa mereka berderai memecah kesunyiaan pagi.

“Yang jelas, kami tak ingin tertawa di atas penderitaan saudara-saudara kami”

Aku menunduk, mengangguk.

“Ning, kami juga kecewa dengan penurunan harga BBM yang mepet pemilu. Kok dengan bangganya sebuah partai mengaku-aku sebagai prestasinya. Meskipun kami pribumi, tapi tidak tuli. Mbok setiap tahun saja pemilunya, biar tiap tahun turun BBM!” katanya meletup-letup.

“Kami tambah muak dengan janji yang diobral partai-partai. Katanya mau menurunkan harga BBM lebih dari tiga kali. Alah...gombalan macam apa itu?! Negeri Jiran saja bisa menurunkan BBM sepuluh kali, mengapa negara kita yang kaya minyak dan hasil tambang melimpah ruah tidak bisa melebihinya?” timpal yang lain.

“Ya sudahlah Pak Dhe, kalau semua masalah negara kita bahas satu-persatu ndak akan tuntas dengan sekali berdiri. Kita ini rakyat kecil yang hanya bisa berdoa dan berharap agar negara ini makmur sentosa. Meskipun masih banyak masalah negara yang menggantung, semisal korupsi, kasus TKI dan lainnya.”

“Lha itu dia, Ning. Kenapa masalah itu ndak pernah ada selesainya? Pemerintah seolah-olah lepas tangan. Kemudian ditutup-tutupi pakai janji-janji. Kami wong cilik ndak butuh janji, tapi bukti. Kalau mereka bisa segara memenuhi janji dan kasih bukti, kami ya tulus ngabekti sak jeroning ati.”

”Lantas besok mau nyontreng siapa, Pak Dhe?” tanyaku.

“Yang pasti kami akan nyontreng yang nggak main suap. Harga diri kami merasa diinjak-injak jika ada yang nyogok kami dengan duit untuk memilih dia. Heran juga, jumlah parpol kok sampai menjamur, coba saja kalau parpol-parpol yang baru seumur jagung itu bersatu, pasti lebih kuat.”

“Siip! Tapi memang setiap partai punya kepentingan sendiri-sendiri, terkadang manusia itu sangat ambisius. Hmm, kita kembali memikirkan ladang saja Pak Dhe, bagaimana? Eh, saya ada satu tawaran nih.”

Mereka nampak serius, mengerutkan dahi.

“Begini, kalau Pak Dhe-Pak Dhe ndak mau melapor ke Kabupaten, biar saya saja yang bilang sama abah saya. Nanti tindak lanjutnya, abah saya bersama orang-orang kampung gotong royong memberantas hama. Bagaimana Pak Dhe?” Mereka tersentak.

Lalu terjadi saling pandang di antara mereka. Seperti ada yang disembunyikan.

Sragen Asri, 9 Februari 2009

Selengkapnya.....

Senja di Balik Kamboja

Solo sudah tampak di depan mata. Avanza yang kukendarai mulus melaju di tengah gerimis, menyapu debu-debu jalanan. Solo bagiku adalah kota seribu kenangan. Enam tahun sudah aku hidup di kota ini. Suka berbalur duka, cinta bertaut lara kugenggam dalam tanganku yang rapuh. Biarkan segalanya menjadi cerita di hari tua.

Ponselku berbunyi, sebuah pesan masuk. Langsung saja teman mungil itu kukeluarkan dari saku.

“Salam. Alhamdulillah sudah sampai di kotaku, selamat bercengkrama dengan sanak keluarga ya. Btw, bawa oleh-oleh ap nih?” sambut Zul dengan deretan aksaranya. Sejak mentari mulai tergelincir ke barat, ia terus menyertai perjalananku menuju kota ini. Meski hanya dengan kata-kata, tapi bagiku itu sudah cukup menemani.

“Wass, Zul, makasih ya. Aku semakin tak ingin berhenti berhembus denganmu. Oleh-oleh? Pengen apa?” kukirim sms balasan dengan kembang mekar di bibir.

“Yakinlah, tautan nafas kita tidak akan cair di musim panas, tidak akan beku di musim dingin, tidak akan luntur di musim hujan, tapi akan senantiasa mekar walaupun bukan di musim bunga. Oya, oleh-olehnya cerita aja. Hadir kehangatan tiap kali aku mendengarmu bercerita. Besok jam empat sore ketemu di taman ya.”

“Sendiko dawuh, kangmas,” jawabku takzim.

Tak beberapa lama, Avanza yang terus menerobos gerimis mulai memasuki halaman rumah.




“Hai Fa, baru datang dari Jakarta ya?”tanya Nisa yang tengah membaca koran di ruang tamu. Ia sepupuku, baru datang dari Kalimantan tiga hari yang lalu.

“Iya Nis, capek banget nih. Aku masuk dulu ya,” jawabku sembari menjabat tangannya.

“Silakan, tapi jangan lupa oleh-olehnya mampir ke kamarku ya, hehehe.”

“Siiiplah!”

Kurebahkan tubuhku di atas kasur berseprai biru muda. Mataku menatap langit-langit kamar yang putih. Begitu bersih.

Perlahan kurasakan lelah dalam jiwaku. Suasana tenang. Hening. Hanya keindahan senja di luar sana yang kudapati. Di tengah lembutnya gerimis, sinar mentari yang hendak pulang ke peraduannya menyisakan cahaya-cahaya kecil keemasan.

***

Aku duduk sendiri di sudut taman kota. Beribu pasang mata di depanku seolah tak menghiraukanku. Hari mulai senja, tapi mengapa Zul tak kunjung datang? Gelisahku merayap,dan rasa takut mulai menghampiriku. Aku khawatir kalau-kalau terjadi sesuatu pada Zul.

”Dia pasti datang,”gumamku meyakinkan diri sendiri.

Sejenak aku termenung. Lelap dalam alam lamunan.

“Mari kita pulang, sebentar lagi senja akan berganti malam,”ajak seseorang yang tiba-tiba menghampiriku. Aku tercengang, dia bukan Zul yang sedari tadi kunanti.

“Siapa kamu?” tanyaku gusar.

“Panggil saja aku Rail. Mari kita pulang, aku akan membawamu ke tempat yang lebih indah dari taman ini,” ajaknya sekali lagi.

“Tidak, aku masih ingin menunggu Zul,” tolakku dengan menggeleng kepala.

“Tiada guna kau menunggunya. Sampai kapanpun dia takkan datang!” terdengar suaranya semakin meninggi.

“Kau bohong! Zul bukan pengkhianat! Zul akan selalu berhembus bersamaku. Zul…”

Telaga mulai menggenang di sudut mataku. Perlahan embun mulai menetes di pangkuanku.

“Terserah kamu, kedatanganku hanya untuk membawamu pulang. Dan aku tak ingin,parasmu yang jelita itu tertutup gulita.”

Lalu aku di bawanya pergi meninggalkan taman. Gerimis tak kunjung reda membasahi pipiku. Benarkah yang di katakan Rail, bahwa Zul telah meninggalkanku?
Aku masih bersama Rail. Ia membawaku melewati sebuah pemakaman. Sepi yang berkekasih sunyi. Hanya terdengar sayup-sayup belaian angin senja. Berhias bunga-bunga kamboja yang berguguran melahirkan suasana syahdu.

Tapi tunggu, ada sesuatu yang menarik pandanganku pada pemakaman itu. Sebuah makam dengan batu nisan berwarna biru muda. Rasa penasaranku membuat langkahku menghampirinya. Tanahnya masih basah. Bunga-bunga yang bertaburan di atas pusaranya masih segar. Sepertinya seseorang baru saja nyekar di makam ini. Kudapati jejak-jejak manusia di sekitarnya.

“Ow…ini sebuah makam baru,”gumamku pada hati yang bertanya. Sedangkan Rail hanya membisu di sampingku. Mungkin baginya tak ada yang istimewa pada pemakaman itu.

“Makam milik siapa ini?” tanyaku padanya. Hanya senyuman yang ia berikan. Lalu aku melangkah lebih dekat, sekedar ingin membaca nama yang terukir di atas batu nisan itu.

“Hah…Tidaaakk! Ini bukan makamku, aku masih hidup!!”

Aku terperanjat hebat setelah kueja tulisan yang tertera pada batu nisan itu ternyata namaku. Tak salah lagi, tanggal lahirnya persis dengan tanggal lahirku, 21 Desember 1989. Aku masih tak percaya. Kueja kembali tulisan itu, tapi aku tak mampu. Mataku telah berembun. Penglihatanku kabur! Dan yang kulihat hanyalah warna putih.

“Benar, itu adalah makammu. Kamu telah meninggal, lusa kemarin. Sepulang dari Jakarta, ketika kamu tidur di kamarmu,” jelas Rail padaku.

“Tidak! Tidaaakk! Aku masih ingin bersama Zul,”suaraku parau.

Bintang-bintang yang kugantungkan kini gugur menghujaniku. Jalanku hitam pekat. Lilin kecil yang kujaga selama ini telah padam begitu saja. Gerimis merinai di sela hempasan duka yang menikam tanpa suara.

“Mustahi! Ragamu telah tertanam selamanya di dalam sana. Dan kau telah berbeda alam dengannya!” suara Rail geram.

Tiba-tiba semilir angin senja membawakan selembar kertas untukku, tertulis sebuah sajak di sana. Kuhapus air mata yang tersisa, lalu kuambil kertas itu. Dengan lidah kelu, kueja huruf per huruf.

Teruntuk:Embunku

Di keraguan mata kita berpeluh
Kuncup kita guruh atau lusuh
Lewat hari kita sama berikrar
Hari-hari kembang kita mekar

Jika aku luruh suatu waktu
Kau harus tetap berkuntum
Biar tanah batu bersaksi
Di sini kita pernah harum*

Biarlah orang berkata kau telah tiada, tapi bagiku hadirmu selalu nyata. Aku berjanji, namamu senantiasa menggema di sela do’a dan kerinduanku selamanya meraja.

Bongkah kaca terapung-apung di pelupuk manik mata permata. Aku telah larut dalam pusaran maha duka. Sedang jiwaku terus memanggil-manggilnya. Zul…Zul…Zul…
Sesaat kemudian terdengar seseorang menginjak dahan kering, tak jauh dari tempatku berdiri. Jalannya gontai, kakinya tertatih-tatih. Sepertinya ia sedang dirundung duka nestapa. Dari jalannya, terlihat bahwa impiannya baru saja di rampas. Tapi, sepertinya aku mengenalnya. Dan keraguanku sirna ketika kudengar ia lirih bersenandung, dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi, dan berikanlah arti pada hidupku, yang terhempas, yang terlepas, pelukanmu, bersamamu dan tanpamu aku hilang selalu.**

“Zuuul…! Kembalilah, sayang!” Teriakanku terdengar hampa dan parau.

Tapi ia tak menoleh, kakinya terus melangkah maju. Tanah yang memisahkanku dengannya semakin panjang. Inginku mengejarnya. Tapi kakiku terpaku. Ia telah membuatku bisu membatu. Tak ada sepatah katapun terucap. Hanya ada diam yang senyap.

***

Kini aku berkawan sepi. Tak tampak lagi olehku langit senja. Hanya bunga-bunga kamboja yang setia. Mungkin malam-malam nanti juga tak akan terbit purnama. Bulan murung disaput mendung.

Dan takkan pernah pula kudapati sajak-sajak Zul di ujung malam nanti. Hanya sayup suara serangga yang akan menghiburku. Hanya secerca cahaya bintang yang menerangi pusaraku. Rerumputan selamanya terlelap. Nafas yang kuhela pengap. Aku hilang harap.

Saat aku masih tergeletak seketika kurasakan guncangan hebat di sekujur tubuhku. Ada yang menggigit-gigit. Mengunyah-nguyah. Merobek-robek. Mencabik-cabik. Tapi tak sekejam itu.

Berusaha aku membuka kelopak mata yang telah lama layu. Semua terasa sakit, sakit sekali. Ketika aku mulai tersadar, sketsa sebuah wajah mulai terlukis di memoriku. Mataku belum sepenuhnya terbuka, tapi aku mulai dapat melihat.

“Nisa!”ujarku spontan ketika wajah Nisa hadir di depanku.

“Hai…hai…sadar…!!Bangun Fa, udah adzan maghrib tuh!” Nisa menyingkap selimutku. Aku hanya terdiam, menata file-file yang mulai masuk di memoriku.

“Fa…! Ayo bangun, itu ada telepon dari Zul!”

“Apa?! Zul?! Memangnya dia masih ingat sama aku? Masih sayang sama aku? Jangan bercanda kamu Nis, nggak lucu tau!” Aku kesal dan lelah.

“Lho Fa, kamu kenapa sih?! Aku serius, ini…”Nisa menyerahkan gagang telepon kepadaku.

“Assalamu’alaikum, Fa…”

Dari seberang terdengar lembut suara Zul menyeruak di gendang telingaku. Sedang memoriku masih berputar, mencari tempat yang nyaman di otakku. Kutengok keluar jendela. Malam telah menjemput senja. Pekat meraja. Aku masih setengah tak percaya.

“Halo, Fa? Kamu baik-baik saja kan?” Zul mengkhawatirkan diamku. Sapanya memecah kesunyian. Menyibak lara dengan manis suaranya.

“Iya, halo…, aku baik-baik saja kok Zul,” jawabku lirih.

“Fa, boleh aku meminta sesuatu darimu ? Permintaan ini berlaku hingga usia kita senja nanti. Bahkan, tak terbatas oleh ruang dan waktu,” suaranya bergetar, menyimpan harap yang sangat.

“Aku mohon Fa, kamu jangan pergi lagi, jangan tinggalkan aku,” pintanya kemudian padaku.

“Zul, kau masih ingat lagu ini, bukan ? Kekuatan hati yang berpegang janji, genggamlah tanganku cinta, ku tak akan pergi, meninggalkanmu sendiri, temani hatimu cinta***" Kulantunkan lagu itu, jawaban atas pintanya.

Lantas semua tenggelam dalam kehangatan. Kulihat angin dan embun kini kembali berkejaran. Bergandeng tangan, menutup senja dengan sebuah mahkota yang berkilauan.

Lorong Kecil, 12 April 2008

* Puisi Abraham Zakky Zulhazmi, dimuat di Majalah Horison, Juni 2007.
** Permintaan Hati, Letto.
*** Sebelum Cahaya, Letto.
Selengkapnya.....

Lilin

Barusaja aku mengejar secerca cahaya di sudut malam
kudapati, lalu tanganku menggenggam
perlahan, meletakkannya di atas talam
sebagai teman saat santap malam

tiga atau
binarnya takkan padam

lima atau
arteri sumbu untuknya bertahan

tujuh atau
nadi-nadi impian memetakan

mana yang akan kau abadikan?
Tak ada? hahaha
kuncupnya menari gemulai

tenggara, ke utara
lalai, segera mendekapnya

utara, ke tenggara
lunglai, kututup dengan gelas

tiga puluh tiga musim

gelas memuai

lilin!?

Cirendeu, Mei 2009 Selengkapnya.....

Ingin Berlayar

perahu sampan telah disiapkan
tak banyak bercerita
tentang kau, dia, dan mereka
ambil dayungnya
selagi angin darat belum datang
berlayar di air tenang
takkan sampai keseberang
berselancar
harus pandai berenang
atau
berlayar saja di air tenang
dengan gelombang sedang
kibarkan layar
selagi angin lembah belum datang

Cirendeu, May 09 Selengkapnya.....

Tugas Teori Ekonomi Makro

NAMA : Syafa'ah Restuning Hayati
NIM : 108046100018
KELAS : PS 2A
DOSEN : Dwi Nuraini Ihsan, SE, MM

No

Yn

C

S

APC

APS

MPC

MPS

1

0

20

- 20

~

~

0,75

0,25

2

20

35

-15

1,75

- 0,75

0,75

0,25

3

40

50

- 10

1,25

- 0,25

0,75

0,25

4

60

65

- 5

1,08

- 0,08

0,75

0,25

5

80

80

0

1

0

0,75

0,25

6

100

95

5

0,95

0,05

0,75

0,25

7

120

110

10

0,92

0,08

0,75

0,25

8

140

125

15

0,89

0,11

0,75

0,25

9

160

140

20

0,88

0,13

0,75

0,25

10

180

155

25

0,86

0,14

0,75

0,25

11

200

170

30

0,85

0,15



Selengkapnya.....

The Urgention Of Money Value

Latar Belakang

Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah dan cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern daripada tukar menukar barang dengan barang (barter) yang lebih kompleks, tidak efisien, karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan.

Untuk itu sebagai alat tukar yang efisien uang harus mudah dibawa, portable, dan mudah dibagi tanpa mengurangi nilai (divisibility), serta memiliki value (nilai) yang cenderung stabil dari waktu ke waktu (stability of value).

Pokok Masalah

Sebagaimana telah di ketengahkan dalam latar belakang, bahwa uang telah menggantikan sistem barter yang tidak efisien. Oleh karena itu uang harus memiliki nilai yang dapat memenuhi dan sesuai dengan kebutuhan manusia. Dari sini muncullah banyak pertanyaan, apakah sebenarnya uang? Dan mengapa uang itu ada nilainya? Mengapa uang itu sampai beredar?

Selain itu, mengapa pemerintah membatasi peredaran uang? Jika peredaran uang sangat besar, apakah nilai uang akan berubah, sedangkan sifat uang netral (money neutrality)? Lalu mengapa memegang uang lebih menguntungkan dari pada menggunakan uang dalam bentuk cek (demand deposit)? Seberapa pentingkah nilai uang dalam siklus kehidupan manusia?

Teori Yang Terkait

Berdasarkan pokok masalah yang telah dijabarkan di atas, maka akan dibahas mengenai macam-macam nilai uang dan teori nilai uang, yang membahas masalah-masalah keuangan yang berkaitan dengan nilai uang. Nilai uang menjadi perhatian para ahli ekonomi, karena tinggi atau rendahnya nilai uang sangat berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi. Hal ini terbukti dengan banyaknya teori uang yang disampaikan oleh beberapa ahli.

 Teori Statis

1. Teori Metalisme
2. Teori Konvensi
3. Teori Nominalisme
4. Teori Negara

 Teori Dinamis

1. Teori Kuantitas
2. Teori Persediaan Kas
3. Teori Ongkos Produksi

Pembahasan

Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum, dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya.

Uang menurut bahan pembuatannya terbagi menjadi dua, yaitu uang logam dan uang kertas.

Uang logam adalah uang yang terbuat dari logam: biasanya dari emas atau perak karena kedua logam itu memiliki nilai yang cenderung tinggi dan stabil, bentuknya mudah dikenali, sifatnya yang tidak mudah hancur, tahan lama, dan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih kecil tanpa mengurangi nilai.

Uang logam memiliki tiga macam nilai:

1. Nilai intrinsik, yaitu nilai bahan untuk membuat mata uang, misalnya berapa nilai emas dan perak yang digunakan untuk mata uang.

2. Nilai nominal, yaitu nilai yang tercantum pada mata uang atau cap harga yang tertera pada mata uang. Misalnya tiga ratus rupiah (Rp. 300,00), atau delapan ratus rupiah (Rp. 800,00).

3. Nilai tukar, nilai tukar adalah kemampuan uang untuk dapat ditukarkan dengan suatu barang (daya beli uang). Misalnya uang Rp. 100,00 hanya dapat ditukarkan dengan sebuah permen, sedangkan Rp. 8.000,00 dapat ditukarkan dengan semangkuk bakso).

Dalam teori uang, terdapat teori uang statis dan teori uang dinamis.

1. Teori Uang Statis atau disebut juga "teori kualitatif statis"

➢ Teori Metalisme (Intrinsik): Uang bersifat seperti barang, nilainya tidak dibuat-buat, melainkan sama dengan nilai logam yang dijadikan uang itu, contoh: uang emas dan uang perak.

➢ Teori Konvensi (Perjanjian): Teori ini menyatakan bahwa uang dibentuk atas dasar pemufakatan masyarakat untuk mempermudah pertukaran.

· Teori Nominalisme: Uang diterima berdasarkan nilai daya beli.

· Teori Negara: Asal mula uang karena nagara, apabila negara menetapkan apa yang menjadi alat tukar dan alat bayar maka timbullah uang. Jadi uang bernilai karena kepastian dari negara berupa undang-undang pembayaran yang disahkan.

2. Teori uang Dinamis

Teori ini mempersoalkan sebab terjadinya perubahan dalam nilai uang.
 Teori Kuantitas

David Ricardo: Teori ini menyatakan bahwa kuat atau lemahnya nilai uang sangat tergantung pada jumlah uang yang beredar. Apabila jumlah uang berubah menjadi dua kali lipat, maka nilai uang akan menurun menjadi setengah dari semula, dan juga sebaliknya.

Teori yang telah dikemukakan David Ricardo disempurnakan lagi oleh Irving Fisher dengan memasukan unsur kecepatan peredaran uang, barang dan jasa sebagai faktor yang mempengaruhi nilai uang.

 Teori Persediaan Kas: teori ini dilihat dari jumlah uang yang tidak dibelikan barang-barang.

 Teori Ongkos Produksi: teori ini menyatakan nilai uang dalam peredaran yang berasal dari logam dan uang itu dapat dipandang sebagai barang.

Berkaitan dengan keuangan, maka terdapat lembaga yang menghimpun dan menyalurkan uang dari pihak-pihak yang membutuhkan modal dengan pihak-pihak pemilik dana. Jika uang dianalogikan seperti darah yang sangat bernilai untuk bertahan hidup, maka lembaga keuangan adalah jantung yang mengedarkan darah keseluruh tubuh agar tetap bertahan hidup.

Lembaga Keuangan

Bank Umum

Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum. Bank Umum sering juga disebut Bank Komersial. Usaha-usaha bank umum:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan
b. memberikan kredit
c. menerbitkan surat pengakuan hutang
d. memindahkan uang
e. menempatkan dana atau meminjamkan dana dari bank lain
f. menerima pembayaran dari tagiahan atas surat berharga
g. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga

Bank umum di Indonesia dilihat dari kepemilikannya terdiri atas:

a. Bank pemerintah: BRI, BNI, BTN
b. Bank Pembangunan Daerah (BPD): BPD DKI Jakarta
c. Bank Swasta Nasional Devisa: BCA, NISP, Bank Danamon
d. Bank Swasta nasional bukan devisa
e. Bank Campuran: Sumitomo Niaga Bank
f. Bank Asing: Bank of America

Bank Perkrediatn Rakyat (BPR)

Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

Usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat, diantaranya:

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka dll
b. memberi kredit
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah
d. menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI)

Pembagian bank selain didasarkan Undang-Undang Perbankan dapat juga dibagi menurut kemampuan bank menciptakan alat pembayaran, yang meliputi:

1. Bank Primer yaitu bank yang dapat menciptakan alat pembayaran baik berupa uang kartal maupun uang giral. Bank yang termasuk dalam kelompok ini adalah:

a. Bank Sentral atau bank Indonesia sebagai pencipta uang kartal. Selain itu tugas Bank Setral antara lain: mengatur jumlah uang yang beredar dalam perekonomian, menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancarn sistem pembayaran, mengawasi dan mengatur bank-bank lain.

b. Bank Umum sebagai pencipta uang giral (uang yang berlaku secara khusus dan tidak berlaku secara umum)

2. Bank Sekunder yaitu Bank yang tidak menciptakan alat pembayaran dan hanya berperan sebagai perantara dalam perkreditan yang tergolong dalam bank ini adalah Bank Perkreditan Rakyat

Lembaga Keuangan Non Bank

Pengertian lembaga keuangan non Bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan berkembang sejak tahun 1972, dengan tujuan untuk mendorong perkembangan pasar modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan ekonomi lemah

Contoh: Lembaga pembiayaan pembangunan (PT. UPINDO), Lembaga perantara penerbit dan perdagangan surat-surat berharga, Perusahaan Asuransi, Pegadaian dll.

Penawaran Uang ( Jumlah Uang Beredar/JUB/Money Supply)

Penawaran uang/MS adalah jumlah keseluruhan uang yang diedarkan bank pada waktu tertentu di sebuah ekonomi. Dihitung berdasarkan nilai keseluruhan uang yang berada ditangan masyarakat. Defini MS dapat dilihat sebagai berikut :

· M0, yaitu definisi MS secara sempit. M0 hanya terdiri dari uang kartal, yaitu uang kertas dan logam yang kita pegang sehari-hari.

· M1, yaitu M0 ditambah dengan demand deposit (dd). Dd adalah tabungan yang kita miliki di bank, yang dapat dicairkan sewaktu-waktu apabila dibutuhkan. M1 ini merupakan perhitungan JUB yang sangat likuid.

· M2, yaitu M1 ditambah dengan time deposit (td). Td adalah tabunga, deposito, dan sejenisnya, yang memiliki waktu jatuh tempo atau tidak dapat dicairkan sewaktu-waktu dibutuhkan.

M3, yaitu M2 ditambah dengan deposito jangka panjang, Ini meliputi dana-dana institusional yang ada dipasar uang.

Kebijakan Moneter

Ada dua kebijakan moneter yang bisa dilakukan oleh Bank Sentral:

1. Kebijakan uang ketat (Tight Money Policy/TMP). Kebijakan ini dilakukan jika bank sentral ingin mengurangi jumlah uang beredar untuk mencapai stabilitas dalam perekonomian. Tujuan kebijakan ini bisa untuk menurunkan inflasi ataupun untuk memperbaiki kondisi neraca pembayaran internasional yang defisit.

2. Kebijakan uang longgar (Easy Money Policy/EMP). Kebijakan ini dilakukan jika bank sentral ingin menambah jumlah uang beredar (likuiditas) untuk mencapai stabilitas dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menggiatkan kembali kondisi perekonomian yang sedang lesu. Ketika MS naik, maka tren suku bunga akan cenderung menurun. Rendahnya suku bunga akan memicu investasi (karena cost of capital yang murah), dan pada akhirnya akan menaikkan permintaan agregat.

Kesimpulan

Ketika memegang uang keuntungannya lebih besar daripada menggunakan uang dalam bentuk cek atau obligasi, sebab likuiditasnya yang sempurna. Sehingga kapanpun dibutuhkan, dapat digunakan untuk transaksi. Akan tetapi biaya dari memegang uang adalah hilangnya hilangnya kesempatan memperoleh bunga, dibanding dengan menyimpan dalam bentuk obligasi. Karena berfungsi sebagai alat tukar, maka uang bersifat netral (money neutrality), dalam arti uang hanya mempengaruhi tingkat harga. Sebab ketika permintaan uang meningkat, harga barang akan naik.

Dapat ditarik garis kesimpulan, bahwa tujuan Kebijakan Moneter antara lain:

1. Menurunkan inflasi. Ketika MS turun, suku bunga jangka pendek akan cenderung naik. Naiknya suku bunga akan mendorong orang untuk menabung, sehingga MS di perekonomian berkurang dan inflasi dapat turun. Selain itu, ketika banyak yang menabung, maka konsumsi j uga turun. Artinya permintaan agregat ikut turun dan ini akan menurunkan inflasi.

2. Memperbaiki defisit neraca pembayaran internasional. TMP membuat inflasi turun, dengan demikian tingkat harga umum juga turun. Turunnya harga akan membuat produk dalam negeri lebih murah bagi konsumen di dalam negeri, sehingga permintaan produk domestik akan bertambah dan permintaan produk impor berkurang. Sementara itu, produk domestik yang murah didalam negeri juga murah bagi konsumen di luar negeri, sehingga akan mendorong permintaan ekspor. Kombinasi dari kedua hal ini akan mengurangi defisit neraca pembayaran.

Saran

Setelah mengetahui betapa pentingnya nilai uang dalam siklus ekonomi, maka hendaklah pemerintah dengan Bank Sentral sebagai kanan kanannnya, melakukan minimalisasi terhadap munculnya penyakit ekonomi yaitu inflasi. Inflasi adalah turunnya nilai sebuah mata uang dalam jangka waktu tertentu dan dapat menyebabkan bertambahnya persediaan uang secara berlebihan. Salah satunya dengan mengoptimalkan Interest rate. Interest rate adalah biaya yang timbul ketika meminjam uang, adalah salah satu alat penting untuk mengontrol inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardja, Pratama dan Mandala manurung. 2005. Teori ekonomi Makro. Jakarta: LP-FEUI.

Waluyo, Dwi Eko. 2007. Ekonomika Makro. Malang: UMM Press.

http://id.wikipedia.org/wiki/Uang

www.yasinta.wordpress Selengkapnya.....

PENGARUH VARIABEL MAKRO TERHADAP POLA KONSUMSI MASYARAKAT INDONESIA

Latar Belakang

Dalam pengertian sehari-hari, manusia merupakan bagian anggota dalam masyarakat memiliki upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. Untuk itu warga masyarakat tidak terlepas dari konsumsi yaitu pengeluaran total untuk memperoleh barang dan jasa dalam suatu perekonomian dalam jangka waktu tertentu (dalam 1 tahun) pengeluaran.

Bila ditinjau kembali, variabel-variabel yang mempengaruhi konsumsi sebenarnya tidak hanya pendapatan saja, akan tetapi ada variabel lain yang dapat mempengaruhi konsumsi masyarakat (seseorang) diantaranya adalah variabel sosial ekonomi tingkat harga, selera, tingkat bunga, dan sebagainya.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencapai tiga hingga enam kali lipat konsumsi pemerintah. Karena porsinya yang besar ini, pengeluaran konsumsi rumah tangga mempunyai pengaruh besar terhadap stabilitas perekonomian.

Pokok Masalah

Sebagaimana telah dikemukakan dalam bab latar belakang sebelumnya, bahwa konsumsi rumah tangga berpengaruh besar terhadap stabilitas perekonomian. Sehingga akan banyak menimbulkan banyak pertanyaan, jika salah satu variabel makro yang mempengaruhi konsumsi rumah tangga tersebut sedikit kurang sehat, apa dampaknya bagi produsen, perbankan, dan pemerintah?

Dalam menganalisis tingkat konsumsi ada beberapa teori konsumsi dengan beberapa hipotesis yang dapat diajukan. Misalnya, mengapa dalam teori Keynes walaupun tingkat pendapatan sama dengan nol, tingkat konsumsi harus tetap dipenuhi? Mengapa di negara-negara maju ketika pendapatan disposabel meningkat, justru porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang?

Teori yang Terkait

Berdasarkan pokok masalah yang dimunculkan, maka teori-teori yang dapat digunakan dan berkaitan dengan masalah tersebut antara lain:

1. Teori konsumsi Keynes dengan hipotesis pendapatan disposabel
2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup
3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif
4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen

Diantara faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah:

1. Faktor-faktor ekonomi
2. Faktor-faktor Demografi
3. Faktor-faktor Non ekonomi

Pembahasan

Teori-teori konsumsi yang digunakan dalam menganalisis tingkat pengeluaran konsumsi yaitu:

1. Teori konsumsi Keynes dengan hipotesis pendapatan disposabel

Keynes mengatakan bahwa ada batas konsumsi minimal yang tidak tergantung pada tingkat pendapatan. Jadi, pengeluaran konsumsi minimum tersebut harus tetap dipenuhi oleh masyarakat meskipun tingkat pendapatan sama dengan nol (outonomous consumtion). Jika penghasilan bertambah, maka pengeluaran konsumsi akan meningkat. Akan tetapi tambahan konsumsi tidak sebesar tambahan pendapatan disposabel. Seperti halnya dalam negara yang makin makmur dan sejahtera atau di negara-negara maju. Porsi pertambahan pendapatan yang digunakan untuk konsumsi makin berkurang, sedangkan kemampuan menabung meningkat. Ini berarti, persediaan dana investasi dalam negeri juga meningkat.

2. Teori konsumsi dengan hipotesis siklus hidup

Di model ini menekankan pada variabel sosial ekonomi. Landasan dasar model ini adalah bahwa konsumsi adalah kegiatan seumur hidup. Dalam artian, pengeluaran konsumsi masyarakat (seseorang) sangat tergantung pada usia seseorang dalam siklus hidupnya. Teori ini membagi pengeluaran konsumsi seseorang menjadi tiga tahapan berdasarkan umurnya. Tahap pertama adalah periode belum produktif. Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Dissaving” yang berarti, dalam melakukan konsumsi seseorang masih tergantung pada orang lain, sejak manusia lahir hingga pertama kali bekerja. Tahap kedua adalah periode produktif. Dimulai dari usia bekerja hingga usia menjelang senja (tidak menghasilkan pendapatan disposabel sama sekali). Dalam tahap ini, seseorang dikatakan dalam kondisi “Saving” sebab seseorang pengeluaran konsumsinya sudah tidak tergantung pada orang lain. Tahap ketiga adalah periode tidak produktif lagi. Pada tahap ini, seseorang kembali berada pada kondisi “Disavving”, kembali bergantung terhadap orang lain dalam melakukan konsumsi. Tahap ini berada disaat usia senja dan tidak mendapatkan penghasilan sama sekali.

3. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan relatif

Teori ini bermaksud merekonsiliasi hubungan yang tidak proporsional antara konsumsi dan pendapatan dengan tujuan agar diperoleh gambaran mengenai alasan sebab-sebab timbulnya timbulnya perbedaan tersebut. Dalam teori ini menggunakan dua asumsi: selera rumah tangga atas barang konsumsi adalah interdependen, dipengaruhi oleh pengeluaran konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya (tetangga). Yang kedua, pengeluaran konsumsi adalah irreversible yang berarti pola pengeluaran pada saat penghasilan naik berbeda dengan pola pengeluaran pada saat penghasilan mengalami penurunan.

4. Teori konsumsi dengan hipotesis pendapatan permanen

Pendapatan permanen dapat diartikan sebagai pendapatan yang selalu diterima pada periode tertentu dan dapat diperkirakan sebelumnya (pendapatan upah dabn gaji) atau pendapatan yang diperoleh dari hasil semua faktor yang menentukan kekayaan seseorang (pendidikan, keahlian, obligasi, saham dan sebagainya). Sebenarnya, pendapatan permanen lebih berpengaruh terhadap pengeluaran konsumsi daripada pendapatan disposabel. Sebab pendapatan permanen dijadikan pertimbangan utama dalam mengambil keputusan mengosumsi barang dan jasa.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi antara lain:

1. Faktor-faktor Ekonomi

a. Pendapatan rumah tangga
b. Kekayaan rumah tangga
c. Jumlah barang-barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat
d. Tingkat bunga
e. Perkiraan masa depan
f. Kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan

2. Faktor-faktor Demografi (Kependudukan)

a. Jumlah penduduk
b. Komposisi penduduk

3. Faktor-faktor Non ekonomi

Faktor-faktor Non ekonomi yang paling berpengaruh adalah faktor sosial-budaya masyarakat. Misalnya, berubahnya kebiasaan dan perubahan etika dan tata nilai karen aingin meniru orang lain.

Jika terjadi sedikit penyakit dalam variabel makro, seperti munculnya inflasi yang disebabkan oleh berbagai golongan ekonomi dalam masyarakat berusaha memperoleh tambahan pendapatan relatif lebih besar daripada kenaikan produktivitas mereka atau adanya kebijakan pemerintah yang bersifat ekonomi atau non ekonomi yang merangsang kenaikan harga barang, maka stabilitas perekonomian akan lesu dan terganggu. Disinilah pemerintah mempunyai peran besar dalam mengendalikan perekonomian agar tetap stabil. Inflasi akan berdampak langsung kepada produsen, masyarakat, dan perbankan. Bagi produsen, biaya produksi serta harga-harga faktor akan semakin mahal, mau tak mau output yang dikeluarkan akan berkurang, hingga jumlah buruh akan sangat diperhitungkan. Sedangkan dampak yang langsung dirasakan oleh masyarakat adalah melonjaknya harga barang-barang yang dikonsumsi setiap hari, sebab biaya produksi semakin mahal. Dalam dunia perbankan, sebagian besar nasabah akan enggan menabung.

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas dapat di tarik benang merah, bahwa tingkat pengeluaran konsumsi mempunyai hubungan yang positif dengan pendapatan. Berbeda dengan negara-negara berkembang, ketika pendapatan meningkat negara-negara maju akan lebih sedikit menambah porsi pendapatan untuk konsumsi, sebab sebagian besar akan dialoksikan untuk memperkuat kemampuan saving, sehingga persediaan investasi dalam negeri untuk pembangunan meningkat juga.

Golongan ekonomi dalam masyarakat ingin menambah pendapatan relatif, musti diimbangi dengan tingkat produktivitas yang tinggi agar tidak menimbulkan tingkat inflasi dan mengurangi pribadi konsumtif dalam masyarakat.

Saran

Menimbang fenomena ekonomi diatas, bahwa konsumsi masyarakat berpengaruh pada stabilitas perekonomian sebab porsinya yang sangat besar, maka pemerintah hendaknya mengimbangi pada pengeluaran konsumsi pemerintah. Pemerintah juga diharapkan untuk bisa mewujudkan masyarakat yang berproduktivitas tinggi agar tidak tertanam pribadi-pribadi yang konsumtif, tetapi melahirkan masyarakat yang produktif. Disarankan juga bagi masyarakat, bila pendapatan atau penghasilan meningkat, hendaklah kemampuan saving diperkuat lagi, agar investasi dalam negeri meningkat yang berdampak membaiknya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro, edisi ke-3, Jakarta: LP-FEUI, 2005.

Waluyo, Dwi Eko, Ekonomika Makro, edisi revisi, Malang: UMM Press, 2007.

www.scribd.com/doc/7535257/ Selengkapnya.....

Analisis Tingkat Pertumbuhan Pendapatan Nasional Tahun 2005-2008


PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mengukur keberhasilan perekonomian suatu negara salah satunya dapat dilihat dari angka pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi ( economic growth ) dapat diukur dari kenaikan besarnya pendapatan nasional ( produksi nasional ) pada periode tertentu. Oleh karena itu, nilai dari pendapatan nasional ( national income ) ini merupakan gambaran dari aktivitas ekonomi secara nasional pada periode tertentu.

Tingginya tingkat pendapatan nasional dapat mencerminkan besarnya barang dan jasa yang dapat diproduksi. Besarnya kapasitas produksi tersebut dapat menunjukkan tingginya tingkat kemakmuran masyarakat dalam suatu negara. Baik negara yang sedang berkembang maupun negara – negara maju, semua mengiginkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

1.2 Pokok Masalah

Berdasarkan hasil laporan perekonomian Indonesia yang diterbitkan bank Indonesia, kemudian disampaikan kepada DPR dan pemerintah pada setiap tahun sebagai pemenuhan amanat yang ditetapkan dalam UU No.3 tahun 2004. Dalam evaluasinya tentang perkembangan ekonomi dan keuangan Indonesia, bahwa pertumbuhan ekonomi dari tahun 2005 hingga tahun 2008 terus mengalami peningkatan, meskipun belum mencapai puncak kepesatan. Namun pertumbuhan ekonomi yang berlandaskan GDP (Gross Domestic Product) ini, dapat dinilai cukup signifikan dan menggembungkan pundi-pundi pendapatan nasional.

1.3 Teori yang Terkait

Dengan meningkatnya pendapatan nasional (national income) maka kemakmuran rakyat membaik. Sebagaimana tercatat dalam laporan GDP (Gross Domestic Product) oleh Biro Pusat Statistik (BPS) sedikit membawakan angin surga di tengah guncangan resesi saat ini. Dalam laporan GDP tersebut, menunjukkan jumlah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh warga masyarakat (termasuk warga negara asing) dalam periode waktu tertentu (biasanya satu tahun)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Konsep Pendapatan Nasional

Produksi Nasional atau Pendapatan Nasional adalah nilai yang menggambarkan dari kegiatan (aktivitas) ekonomi secara nasional pada periode tertentu.

Konsep Pendapatan Nasional :

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domesti Bruto (Gross Domestic Product/GDP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan seluruh warga masyarakat (termasuk warga asing) suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun.

2. Produk Nasional Bruto (PNB)

Produk Nasional Bruto (Gross National Product/GNP) adalah seluruh barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun, termasuk di dalamnya barang dan jasa yang dihasilkan warga negara tersebut yang berada/bekerja di luar negeri. Barang dan jasa yang dihasilkan warga negara asing yang bekerja di dalam negeri, tidak termasuk GNP.

GNP = GDP – (Produk Netto terhadap luar negeri)

3. Produk Nasional Netto (PNN)

Produk Nasional Netto (Net National Product/NNP) atau produk nasional bersih adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan masyarakat suatu negara dalam periode tertentu, biasanya satu tahun setelah dikurangi penyusutan (depresiasi) dan barang pengganti modal.

NNP = GNP – (Penyusutan + Barang pengganti modal)

4. Pendapatan Nasional Netto (bersih)

Pendapatan Nasional Bersih (Net National Income/NNI) adalah nilai dari produk nasional bersih (net national income) dikurangi dengan pajak tidak langsung.

NNI = NNP – Pajak Tidak Langsung

5. Pendapatan Perseorangan

Pendapatan Perseorangan (Personal Income) adalah jumlah seluruh penerimaan yang diterima perseorangan sebagai balas jasa dalam proses produksi. Pendapatan perseorangan ini dapat juga disebut pendapatan kotor, karena tidak semua pendapatan perseorangan netto jatuh ke tangan pemilik faktor produksi, sebab masih harus dikurangi laba yang tidak dibagi, pajak penghasilan, iuran jaminan sosial dan lain-lainnya.

2.2 Tabel Produk Domestik Bruto

PRODUK DOMESTIK BRUTO

TAHUN DASAR 2000


TAHUN

HARGA KONSTAN

HARGA BERLAKU



PDB
(Milyar Rp.)

PERTUMBUHAN
(%)

PDB NON MIGAS

PERTUMBUHAN
(%)

PDB
(Milyar Rp.)

PDB NON MIGAS


1999

379.557,80

-

345.732,80

1,09

1.109.979,50

1.003.590,70


TW 1

94.579,00

5,28

85.927,10

5,88

277.834,20

255.820,70


TW 2

93.593,50

-1,04

85.478,00

-

273.814,20

250.047,00


TW 3

96.410,20

3,01

87.912,20

2,85

277.900,30

249.853,10


TW 4

94.975,10

-1,49

86.415,50

-1,70

280.430,30

247.869,90


2000

1.389.769,90

-

1.218.334,10

-

1.389.769,90

1.218.334,10


TW 1

342.852,40

-

299.046,90

-

325.958,60

289.865,30


TW 2

340.865,20

-

300.036,60

-

336.967,10

298.189,40


TW 3

355.289,50

4,23

312.223,90

4,06

360.701,60

314.523,70


TW 4

350.762,80

-1,27

307.026,70

-1,66

366.142,60

315.755,70


2001

1.440.405,70

3,64

1.278.060,00

4,90

1.646.322,00

1.467.642,30


TW 1

356.114,90

1,53

313.832,40

2,22

386.648,80

341.696,30


TW 2

360.533,00

1,24

321.391,00

2,41

416.069,90

366.288,60


TW 3

367.517,40

1,94

327.908,50

2,03

426.828,30

383.004,00


TW 4

356.240,40

-3,07

314.928,10

-3,96

416.775,00

376.653,40


2002

1.505.216,40

4,50

1.344.906,30

5,23

1.821.833,40

1.659.081,40


TW 1

368.650,40

3,48

327.440,00

3,97

436.975,10

399.139,30


TW 2

375.720,90

1,92

336.582,00

2,79

450.640,40

411.463,10


TW 3

387.919,60

3,25

348.044,60

3,41

472.136,10

430.994,40


TW 4

372.925,50

-3,87

332.839,70

-4,37

462.081,80

417.484,60


2003

1.577.171,30

4,72

1.421.474,80

5,62

2.013.674,60

1.840.854,90


TW 1

386.743,90

3,16

347.907,80

3,91

516.820,10

466.337,70


TW 2

394.620,50

2,04

356.136,90

2,37

515.704,50

471.132,50


TW 3

405.607,60

2,78

366.198,50

2,83

530.011,30

485.021,70


TW 4

390.199,30

-3,80

351.231,60

-4,09

524.221,80

477.727,10


2004

1.656.516,80

5,03

1.506.296,60

5,97

2.295.826,20

2.083.077,90


TW 1

402.597,30

3,18

364.906,50

3,89

536.605,30

490.625,70


TW 2

411.935,50

2,32

374.558,40

2,65

564.422,10

514.874,00


TW 3

423.852,30

2,89

386.240,10

3,12

595.320,60

537.892,20


TW 4

418.131,70

-1,35

380.591,60

-1,46

599.478,20

539.686,00


2005

1.750.656,10

5,68

1.605.247,60

6,57

2.784.960,40

2.467.957,70


TW 1

427.003,00

2,12

390.330,90

2,56

635.102,80

572.018,90


TW 2

436.110,00

2,13

400.113,50

2,51

673.797,40

599.526,90


TW 3

448.492,50

2,84

412.108,30

3,00

716.600,70

632.111,80


TW 4

439.050,60

-2,11

402.694,90

-2,28

759.459,50

664.300,10


2006

1.846.654,90

5,48

1.703.086,00

6,09

3.338.195,70

2.976.677,30


TW 1

448.276,80

2,10

412.675,30

2,48

783.040,90

695.721,60


TW 2

457.724,70

2,11

421.868,10

2,23

812.808,30

722.600,40


TW 3

474.797,50

3,73

439.200,90

4,11

869.022,90

777.910,80


TW 4

465.855,90

-1,88

429.341,70

-2,24

873.323,60

780.444,50


2007

0,00

-

0,00

-

0,00

0,00


TW 1

475.046,70

1,97

439.389,40

2,34

919.287,60

828.444,80


TW 2

486.483,30

2,41

451.126,00

2,67

962.501,70

868.045,40


TW 3

505.761,20

3,91

469.652,90

4,04

1.023.791,70

924.316,00


TW 4

495.089,80

-2,15

459.409,50

-2,23

1.041.089,90

927.039,50


2008

0,00

-

0,00

-

0,00

0,00


TW 1

505.915,80

2,19

470.392,30

2,39

1.122.075,90

1.000.952,20


TW 2

518.248,80

2,44

482.801,30

2,64

1.230.914,10

1.090.886,50


TW 3

536.873,10

3,59

500.707,80

3,71

1.343.754,00

1.199.183,80









Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Departemen Perdagangan
Keterangan :
*) Angka sementara
**) Angka sangat sementara
***) Angka sangat sangat sementara

2.3 Laporan Perekonomian Indonesia

Tanggal

Judul

Hits

07-04-2008

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2007

25088

15-03-2007

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2006

4687

15-03-2006

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2005

3752

31-03-2005

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2004

3443

23-06-2004

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2003

2825

23-06-2004

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2002

2550

23-06-2004

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2001

2452

23-06-2004

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2000

2903

23-06-2004

Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 1998/1999

3874

2.4 Analisis Pendapatan Nasional tahun 2005 - 2008

Berdasarkan salah satu konsep pendapatan nasional (GDP/Gross Domestic Product) mencerminkan bahwa pendapatan nasional tahun 2005-2008 terus melaju naik. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi nasional mengalami peningkatan dan mencerminkan tingkat pendapatan masyarakat kian bertambah. Hal ini berpengaruh besar terhadap kemakmuran warga masyarakat.

Ketika pendapatan warga masyarakat meningkat, maka mereka akan melakukan saving lebih besar lagi, dan ini akan menambah jumlah investasi. Jika jumlah investasi bertambah, pendapatan nasional akan meningkat. Akan tetapi hanya saving yang dilakukan disuatu keuangan atau bank saja yang dapat di investasikan. Saving yang dilakukan di rumah, dalam lemari. Apalagi di bawah bantal, tidak dapat di investasikan.sebab termasuk uang pasif.

Pemerataan pendapatan sangat penting. Sebab distribusi yang kurang merata akan menimbulkan ketimpangan pendapatan dalam perekonomian serta menimbulkan penyakit-penyakit ekonomi lainnya, seperti inflasi dan pengangguran.

Jumlah investasi yang banyak akan mendorong terbukanya lapangan pekerjaan yang akan menyerap tenaga kerja dan menanggulangi melonjaknya angka pengangguran. Demikian, pengangguran tidak dapat di bersihkan secara tuntas. Setiap negara pasti mengalami masalah pengangguran meskipun prosentasinya kecil. Hal ini akan selalu terjadi, sebab untuk menghilangkan tingkat pengangguran akan dapat menimbulkan dampak negatif lain yaitu tingkat inflasi muncul.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan laporan perekonomian Indonesia tahun 2005-2008, tingkat pendapatan nasional bertambah seiring meningkatnya PDB (Produk Domestik Bruto) yang merupakan keseluruhan jumlah output warga masyarakat berupa barang dan jasa.

Beberapa konsep yang digunakan dalam pengukuran pendapatan nasional antaralain:

1. Produk Domestik Bruto (PDB)

2. Produk Nasional Bruto (PNB)

3. Produk Nasional Netto (PNN)

4. Pendapatan Nasional Netto (bersih)

5. Pendapatan Perseorangan

Meningkatnya pandapatan nasional diharapkan bisa memperbaiki taraf hidup warga masyarakat, serta mengendalikan tingkat pengangguran agar tidak melonjak naik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbesar investasi negara, yang beratsar pada perluasan lapangan kerja. Distribusi pendapatan juga harus dilakukan secara tepat agar merata dan tidak terjadi kesenjangan.

3.2 Saran

Meningkatnya pendapatan nasional memang suatu prestasi yang baik. Akan tetapi bukan berarti kesejahteraan dan kemakmuran warga masyarakat mengikuti begitu saja. Untuk itu pemerintah harus lebih memaksimalkan pemerataan dalam mendistribusikan pendapatan, agar tidak terjadi gap (kesenjangan) di dalam tingkat kehidupan masyarakat yang berakibat munculnya suatu ketegangan.

Selain itu, masalah pengangguran memang tidak sepenuhnya bisa dibersihkan. Namun pemerintah bisa meminimalisir prosentasenya. Sebab menghapus tingkat pengangguran sama saja memunculkan tingkat inflasi (teori Philip). Dalam kurva Plilip dijelaskan hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran. Dalam bentuk modernnya, hubungan antara inflasi dan pengangguran siklikal, inflasi yang diharapkan, dan goncangan penawaran yang di derivasi dari kurva penawaran agregat jangka pendek.

Maka pemerintah untuk bisa memaksimumkan output, mengoptimalkan SDM dengan membekali skil yang cukup serta meningkatkan kualitas dan kuantitas teknologi.

DAFTAR PUSTAKA

Waluyo, Dwi Eko, Ekonomika Makro, Malang: UMM Press, 2007, edisi revisi, cet. 5, hal. 11.

Http://www.bi.go.id/web/id/publikasi/laporan+tahunan/lap+perekonomian+indonesia/ltbi+04.htm

Http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=48&fname=eko201_07.ht

Http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/link.asp?link=1010000

Selengkapnya.....

mukadimah

ujarnya, tersimpan sayang berlipat-lipat di balik diamku, terangkum kasih beribu masa di dalam senyumku yang malu-malu

sapa menyapa


ShoutMix chat widget

berkejar kejaran